Kamis, 12 Juni 2014

H.O.S Tjokroaminoto


Hadji Oemar Said Tjokroaminoto adalah tokoh penting pada Masa Pergerakan Nasional dan Islam Modern di Indonesia. Lahir di daerah bernama Bakur, Madiun, Jawa Timur pada tahun 1882. Dalam aliran darahnya mengalir deras darah bangsawan yang taat beragama. Tjokroaminoto adalah salah satu alumni Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang, lulus pada tahun 1902.
Tjokroaminoto merupakan seorang pemimpin SI (Sarekat Islam), Beliau juga adalah seorang guru dari toko-tokoh besar bangsa kita, sebut saja tokoh-tokoh tersebut diantaranya seperti Soekarno, Moeso, Kartowisastro, Abikoesno, dan banyak lagi lainnya.[1] Tjokroaminoto memulai karirnya di SI dengan menjadi pemimpin lokal didaerah Surabaya, sampai akhirnya Ia menduduki posisi dipusat karena keahliannya dalam berpidato. Perlu kita ketahui bahwa Tjokroaminoto adalah seorang tokoh yang pawai berpidato, bahkan ada yang mengatakan bahwa Soekarno hanyalah 1/3 dari Tjokroaminoto ditambah lagi dengan kelebihannya yaitu “suara baritonnya yang berat dan dapat didengar ribuan orang tanpa mikrofon”.[2]
Seperti dalam pidato Beliau saat berada di Bandung pada tahun 1916, dengan lantang Tjokro mengatakan “Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang diberi makan hanya disebabkan oleh susunya. Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai sebuah tempat di mana orang datang dengan maksud mengambil hasilnya, dan pada saat ini tidaklah lagi dapat dipertanggungjawabkan bahwa penduduknya, terutama penduduk pribumi tidak mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik yang menyangkut nasibnya sendiri”.[3]
Dari pidato diatas tergambar semangat Beliau yang menggelegar dan berapi-api dalam membawakan orasinya didepan rakyat pribumi, dan juga apa yang sebenarnya menjadi pemikiran dan pandangan Beliau terhadap Pemerintah Kolonial, dimana beliau sangat menentang akan pemerintahan kolonial Belanda yang dianggapnya keberadaan mereka di Indonesia tidak lain hanyalah untuk memeras keuntungan dari Indonesia. Namun, meski sikap kerasnya yang menentang Pemerintah kolonial Belanda, Tjokroaminoto tidak semerta-merta sepenuhnya menjadikan dirinya sebagai pemberontak terhadap pemerintah, Beliau lebih memilih bergerak dalam jalur yang masih dikehendaki atau masih dibawah payung Pemerintah kolonial (kooperatif). Hal ini bertujuan agar organisasi yang dipimpinnya yaitu Sarekat Islam tetap memiliki eksistensi dan tidak dibubarkan oleh Pemerintah kolonial.
Islam sangat mempengaruhi alam pikiran dan tindakan Tjokroaminoto, dimana Islam sebagai pedoman dan dikombinasikan dengan sosialisme yang menurut Tjokro wajib untuk dituntut dan dilakukan oleh umat Islam, dimana sosialime yang dimaksud adalah sosialisme yang berdasar kepada azaz-azaz Islam. Djadi didalam faham “sosialisme” adalah berakar tjita-tjita jang nikmat, jaitu tjita-tjita: het kameraadschappelijke (de kameraadschap) pertemanan-persahabatan, musaha-bah atau mu’asjarah, kekantjan.[4]
Tjokro menganggap Islam mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sosialisme, oleh karenanya meski Tjokro menganut sosialisme tetapi Beliau tetap berlandaskan kepada Islam. Menurut Tjokro sosialisme hanyalah bisa menjadi sempurna, apabila tiap-tiap manusia tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri saja sebagai binatang atau burung, tetapi hidup untuk keperluan masyarakat bersama, karena segala apa saja yang ada hanyalah berasal atau dijadikan oleh satu kekuatan atau satu kekuasaan, ialah Allah Yang Maha Kuasa.[5]
Oleh karena itu sosialisme yang dimaksud oleh Tjokro adalah sosialis yang berlandaskan ajaran Islam, bukan sosialis yang lebih mengarah kepada komunis.  Tjokro menganggap bahwa komunis itu adalah Atheis, oleh karenanya Beliau menganggap komunis berbeda atau saling bertolak belakang dengan SI yang berlandaskan Islam dan Beliau coba membersihkan SI dari unsur-unsur komunis yang pada akhirnya malah membuat gejolak tersendiri didalam tubuh SI, dimana Beliau mendapat kecaman dari kelompok SI pro-komunis, salah satu tokoh yang melakukan kecaman tersebut adalah HM Misbach yang menolak dikotomi Islam-Komunis yang dianggapnya keduanya adalah sama, karena memperjuangkan sama rata-sama rasa.[6]
Pemikiran Beliau tersebut yang berusaha menyatukan Islam dengan sosialisme diduga sebagai salah salah satu yang menjadi inspirasi dari lahirnya pemikiran Soekarno yang sering kita kenal yaitu NASAKOM. Oleh karena pemikirannya yang mengaitkan antara sosialisme dengan Islam membuat Tjokro dipandang oleh murid-muridnya sebagai sosok yang berbeda-beda. Oleh karenanya murid-muridnya pun menangkap apa yang diberikan oleh Tjokro pun dengan cara pemahaman yang berbeda pula. Walaupun dengan pemahaman yang beraneka ragam sesuai dengan latar belakang, pendidikan dan pekerjaanya masing masing. Jadi, pertarungan Soekarno, Kartosuwirjo dan Muso-alimin sejatinya adalah pertarungan tiga murid dari seorang guru Tjokroaminoto. Hal ini mengisaratkan bahwa adanya perbedaan tafsir para murid terhadap guru dan kemudian mendorong kecenderungan yang berbeda pula.[7] Dimana  Muso-Alimin lebih bergerak dibasis kiri (komunis) dan Kartosuwiryo yang bergerak dibasis kanan (Islam) dan Soekarno yang lebih kearah Nasionalis, diantara murid-muridnya itu mungkin hanya Soekarno yang dapat menangkap apa yang sebenarnya menjadi pemikiran gurunya tersebut seperti yang telah disinggung diatas, sehingga lahirnya konsep NASAKOM oleh Soekarno.
Dari paparan diatas, penulis mencoba menarik kesimpulan bahwa Tjokroaminoto adalah salah seorang tokoh yang menumbuhkan paham atau rasa nasionalisme di Indonesia, dengan caranya yang mencetak para tokoh-tokoh besar yang dahulunya merupakan murid Tjokro. Dalam melakukan gerakannya Beliau menggunakan Islam sebagai landasannya. Meskipun disaat  muda Beliau hanya menjadikan Islam hanya sebagai simbolik, mengingat penganut Islam merupakan yang mayoritas dikalangan penduduk pribumi guna menarik masa untuk mencoba mempersatukan rakyat pribumi kala itu, jadi Islam tidak lain hanyalah sebagai simbol pemersatu baginya untuk menuju Indonesia. Namun ketika memasuki umurnya yang ke-40 Ia lebih memahami Islam lebih serius dan tidak lagi hanya menjadikan Islam sebagai simbolik semata, terlihat seperti yang telah disinggung penulis sebelumnya, yaitu usaha Beliau untuk membersihkan SI dari unsur-unsur komunis yang kemudian dikecam oleh kelompok SI yang pro-komunis. Namun bagaimanapun perubahan pada diri Tjokroaminoto yang terjadi, tujuan utamanya adalah tetap untuk menuju Indonesia yang merdeka dan terlepas dari segala hal yang berbau kapitalisme dan kolonialisme. Seperti dalam pemikiran Sosialisme Islam yang diyakini olehnya yang menjadi pondasinya secara fundamental, yaitu  kemerdekaan (vrijheid-liberty), persamaan (gelijk-qualty), dan persaudaraan (broederchap-fraternity). [8]

 

DAFTAR PUSTAKA 

Sumber Buku            :

Shiraishi, Takashi. Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926. Jakarta: Grafiti Press, 1997.
Tjokroaminoto, HOS. Sosialisme di dalam Islam, dikutip dari Islam. Sosialisme dan Komunisme (editor: Herdi Sahrasad). Jakarta: Madani Press. 2000.
Tjokroaminoto, O.S. Islam dan Sosialisme. Djakarta: Lembaga Penggali Dan Penghimpun Sedjarah Revolusi Indonesia Endang dan Pemuda. 1963.
Tjokroaminoto, HOS. Islam Dan Sosialisme. Bandung: Sega Arsy. 2008.
Tashadi dkk. Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional. 1993.

Sumber Internet :



[1] Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan. (Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993), Hlm 68.
[2] Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, (Jakarta: Grafiti Press, 1997), hlm 72.
[3] HOS. Tjokroaminoto,  Islam Dan Sosialisme (Bandung: Sega Arsy, 2008), hlm 11.
[4] Tjokroaminoto, O.S, Islam dan Sosialisme  (Djakarta: Lembaga Penggali Dan Penghimpun Sedjarah Revolusi Indonesia Endang dan Pemuda, 1963), Hlm  9.
[5] Ibid,. Hlm 72.
[6] Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, (Jakarta: Grafiti Press, 1997), hlm 329.
[8] HOS. Tjokroaminoto,  Islam Dan Sosialisme (Bandung: Sega Arsy, 2008), hlm 32.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar